Cara Menghindari Istidraj, Hukuman dari Allah SWT yang Wajib Diketahui!

istidraj-1

Sorotan24.com, Indonesia – Untuk mengukur kualitas keimanan, Allah SWT senantiasa menguji manusia dengan berbagai ujian dan cobaan. Cobaannya bisa sangat buruk (bi al-syiddah) atau sangat menyenangkan (bi al-rakha`) seperti istidraj.

Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya ayat 35 sebagai berikut:

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS al-Anbiya: 35).

Menurut ahli tafsir Sayyid Qutb, kedua bentuk cobaan ini memiliki tujuan yang sama, yaitu mengingatkan manusia untuk mengingat kepada Allah. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang sadar akan peringatan yang diberikan oleh Allah.

Bahkan, banyak dari mereka yang lupa diri dan tidak peduli sama sekali. Allah sengaja memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi orang-orang seperti itu untuk tersesat atau semakin menjauh dari hidayah Allah. (Fi Dhilal al-Quran, 4/2377-2378).

Di kalangan ulama Islam, proses penyesatan atau pembinasaan di atas dikenal dengan istilah istidraj, yaitu proses penyesatan dengan pemberian berbagai kenikmatan dan kesenangan secara semu.

 

Baca Juga : Sejarah Jumlah Sholat Wajib yang Perlu Kamu Ketahui! Mari Kita Simak!

 

Konsep Istidraj

istidraj-2
(Sumber : freepik.com)

Dalam Al-Quran surah Al-An’am ayat 42-45, terdapat penjelasan bahwa istidraj terjadi dalam beberapa tahap, diantaranya:

  • Pertama, Allah SWT memperingatkan seseorang, tetapi orang-orang yang terlibat tidak menyadari dan melupakan diri mereka sendiri.
  • Kedua, dari melupakan diri sendiri, orang ini semakin banyak melakukan dosa dan kejahatan, dan akibatnya, ia tenggelam dalam kesesatan.
  • Ketiga, Allah SWT sengaja memberikan berbagai kesenangan dan kenyamanan, memberikan kebebasan lebih kepada yang bersangkutan untuk semakin leluasa dalam melakukan berbagai maksiat.
  • Keempat, saat waktu telah tiba, Allah SWT harus menyiksa dan menghukumnya dengan rasa sakit yang datang tiba-tiba dan dengan cara yang tidak terduga.

Istidraj pada dasarnya adalah Sunatullah. Sebagai Sunatullah, Istidraj bisa berlaku kepada siapa saja. Karena itu, kita tidak boleh terlena dan kehilangan daya kritis dari berbagai “kenikmatan” yang kita raih. Kita harus bertanya, “Apakah kenikmatan itu benar-benar sebuah anugrah, atau justru merupakan hukuman atau azab dari Allah?”

Pertanyaan seperti ini sangat penting karena orang ingin melihat sesuatu yang salah yang mereka anggap sebagai kenikmatan. Sebagai contoh, ketika seseorang naik pangkat dan status tinggi, mereka dianggap telah menerima hadiah dan manfaat dari Allah. Padahal, seperti yang dikatakan Umar bin Abd al-Azis, pangkat dan jabatan bisa menjadi malapetaka atau ketidakbahagiaan jika yang bersangkutan tidak bisa mengembannya dengan baik.

Nabi Muhammad sendiri pernah mengingatkan salah seorang sahabatnya agar ia tidak salah terka dalam masalah ini. Dia berkata. “Bila kamu melihat orang jahat mendapat kenikmatan dari Allah, ketahuilah bahwa itu pasti merupakan istidraj.” Lalu, Nabi saw membacakan kepada sahabat tadi surah al-An’am ayat 44 di atas. (HR Ibn Jarir).

Dengan banyak introspeksi dan koreksi diri, kita optimis bisa terhindar dari azab Allah yang disebut istidraji.

 

Follow Us
Instagram
 | Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published.