Cuaca Terasa Sangat Panas di Sebagian Wilayah Indonesia, Fenomena dan Apa Dampaknya?

Cuaca Terasa Sangat Panas Di Sebagian Wilayah Indonesia, Fenomena dan apa dampaknya

Dilansir dari Liputan6.com, Suhu panas terik belakangan ini memang dirasakan sebagian masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) mencatat ada sejumlah daerah yang tingkat suhu panasnya terbilang tinggi.

“Hingga data terakhir Rabu 11 Mei 2022, suhu tertinggi berada pada 36 derajat celcius. Itu terjadi di beberapa wilayah, ada di Banten, Kalimarau-Kalimantan Utara. Juga terjadi di NTT. Wilayah lain masih di bawah 36 derajat,” ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, Kamis (12/5/2022).

Dia menuturkan, Indonesia pernah merasakan suhu panas tertinggi pada empat tahun lalu. Pada Mei 2018, wilayah Temindung Samarinda kala itu merasakan cuaca panas sekitar 38.8 °C.

“Pada bulan April 2019, sekitar 38.8°C di Palembang. Yang terpanas terjadi 5 September 2012 tapi di Larantuka. Kalau itu masih panas terik,” ujar dia.

Dilihat dari sisi meteorologi, fenomena ini menjadi hal biasa dan wajar. Karena itu merupakan variabilitas harian dari suhu. Selain itu, Guswanto menambahkan, ada faktor lain yang memicu terjadinya cuaca panas.

Pertama, ia menjelaskan, posisi semu matahari saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau.

“Kemudian, dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah. Sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi. Imbasnya menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi cukup terik pada siang hari,” terangnya.

Guswanto menerangkan, cuaca panas ini rutin terjadi saban tahun setiap adanya peralihan musim. Baik itu dari musim hujan ke kemarau ataupun sebaliknya. Namun demikian, tingkat suhu panasnya bersifat fluktuatif.

“Bisa bertambah bisa turun tergantung lokasinya, kalau misalkan ternyata lokasinya tahun ini yang kemarin suhu panas, sekarang banyak pepohonan, ya pasti turun. Tergantung kondisi lingkungannya,” jelas dia.

Baca Juga: UAS Ditolak Masuk di Singapura, Berikut Kronologi dan Fakta Ditolaknya UAS di Singapura

 

Guswanto menampik cuaca saat ini sebagai gelombang panas atau Heatwave. Sebab dari indikator yang ada, tidak masuk dalam kriteria yang ditetapkan World Meteorological Organization (WMO).

Selain itu, fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah. Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas/terik dalam skala variabilitas harian.

Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir Mei 2022. Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk tetap mengupdate informasi tentang perkembangan cuaca dari BMKG melalui kanal-kanal resmi.

“Yang kedua hindari dulu aktivitas siang hari di luar ruangan dalam jangka waktu yang lama, terutama kalau stamina tidak fit, akan terjadi dehidrasi,” ujar dia.

Dan bila terpaksa harus beraktivitas di luar ruang, masyarakat hendaknya dapat mengenakan alat pelindung. Agar sengatan matahari tidak mengenai tubuh secara langsung.

Sementara itu, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin mengungkapkan, cuaca panas yang terjadi saat ini merupakan fenomena yang wajar. Hal ini terjadi pada saat musim pancaroba.

“Cuaca panas pada masa pancaroba itu wajar dan normal. Setiap tahun setiap pancaroba khususnya bulan April-Mei pergantian musim hujan ke kemarau,” ujar dia, Kamis (12/5/2022).

Dan nanti September hingga Oktober, cuaca panas juga akan terjadi. Pada kurun waktu itu, akan ada pergantian dari kemarau ke musim hujan.

“Itu selalu cuacanya lebih panas dibandingkan dengan rata-rata. Jadi itu normal,” dia menegaskan.

Thomas mengungkapkan alasan fenomena itu terjadi di Indonesia. Menurutnya Indonesia menjadi wilayah tropis yang terletak di sekitar ekuator. Sehingga cuaca ini memang sudah seharusnya terjadi di Indonesia.

“Sesungguhnya penerimaan panas itu, sepanjang tahun itu menyebabkan Indonesia memang seharusnya panas,” ujar dia.

Selain itu, ada faktor lain yang memicu cuaca panas. Yaitu yang disebut sebagai efek pulau panas perkotaan atau urban heat island.

“Kota-kota yang aktivitas pembuangan karbon dioksida (C02)-nya cukup tinggi dari kendaraan bermotor, dari industri. Itu menyebabkan panas terperangkap, sehingga wilayah perkotaan itu menjadi lebih panas dibandingkan wilayah sekitarnya,” ujar dia.

Faktor lain yang tak tak kalah penting, Thomas melanjutkan, minimnya daerah yang memiliki pepohonan. Lahan-lahan tersebut berubah fungsi akibat tergerus oleh pembangunan kota.

“Berkurangnya pepohonan mempengaruhi, karena dengan beralih fungsi yang semula daerah vegetasi apakah itu hutan atau tanaman yang berubah menjadi bangunan semen atau aspal, itu menyebabkan panas itu diterima oleh permukaan bumi dan bangunnan, atau jalan yang kemudian dilepaskan sebagai inframerah,” ujar dia.

“Beda saat masih banyak pepohonan, panas itu diredam, diserap oleh pepohonan, sedikit sekali dipancarkan lagi sebagai radiasi panas inframerah. Jadi itu berpengaruh, berkurangnya vegetasi atau pepohonan berpengaruh karena radiasi,” Thomas menambahkan.

Dia memprediksi cuaca panas ini kian naik tingkatannya dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan adanya efek pulau panas perkotaan.

“Setiap tahun ada kecenderungan semakin lama semakin panas, karena ada efek urban heat island itu. Berkontribusi pada pemanasan global tapi kita melihatnya itu sebagai pemanasan lokal atau pemanasan perkotaan,” ujar dia.

Thomas mengungkapkan, cuaca panas ini akan terjadi di semua wilayah Indonesia. Terutama di kota-kota besar.

“Wilayah mana saja yang merasakan cuaca panas? Seluruh Indonesia karena setidaknya kota-kota besar,” ujar dia.

“Grafis klimatologinya menyebutkan kecenderungan seperti itu. Ada yang naik masa pancarobanya tidak terlalu besar, tergantung pada lingkungan,” Thomas menambahkan.

Untuk menghadapi kondisi ini, Thomas meminta masyarakat untuk menghindari hoax. Karena banyak hoaks yang menyebut cuaca ini terkait dengan gelombang panas.

“Sama sekali Indonesia tidak mengenal gelombang panas,” tegas dia.

Kemudian masyarakat juga diminta menyesuaikan dengan kondisi cuaca. Karena dengan kondisi lebih panas temperatur tubuh perlu menyesuaikan atau mencukupi asupan air minumnya.

Follow Us
Instagram
 | Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published.