Inilah Kritikan Pakar Mengenai Pemberian Gelar Pahlawan Transportasi Untuk Anies Baswedan

Inilah Kritikan Pakar Mengenai Pemberian Gelar Pahlawan Transportasi Untuk Anies Baswedan

Sorotan24.com, Indonesia – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ikut memberikan respons mengenai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diberi gelar sebagai Pahlawan Transportasi oleh Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI). MTI merupakan sebuah organisasi profesi yang terdiri atas para pakar, akademisi, praktisi, dan birokrat di bidang transportasi yang berkehendak dan bertekad mendukung dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pembangunan transportasi nasional yang berkelanjutan.

Menurut Deddy Herlambang selaku Wakil Sekjen MTI, predikat yang diberikan kepada Anies terlalu berlebihan. Sebab, menurut Deddy, menata transportasi memerlukan waktu yang panjang. Sebelum sistem transportasi di Jakarta sebagus sekarang, banyak tokoh lain yang terlibat di dalamnya, bukan hanya Anies saja.

Seperti dilansir dari detik.com, “Kalau predikat pahlawan transportasi saya pikir terlalu berlebihan, karena menata transportasi tidak hanya cukup 1-2 tahun, memerlukan waktu puluhan tahun,” ungkap Deddy.

Salah satu alasan TUMI memasukkan nama Anies Baswedan ke dalam daftar 21 Heroes 2021 di bidang transportasi ialah karena Anies dinilai bagus dalam memimpin terbangunnya sistem transit di Jakarta. Menurut Deddy, hal tersebut sebenarnya sudah dipikirkan oleh tokoh-tokoh lain sebelum Anies menjabat.

Baca Juga: Wih! Tesla Ingin Bangun ‘Power Bank’ Raksasa di Indonesia

“Kita mengabaikan para senior pendahulunya, Bang Yos berhasil membangun dengan busway/BRT TJ sejak 2003, Foke membentuk lembaga MRT 2008, Lalu Jokowi yang membangun MRT 2013, penataan stasiun-stasiun dan jalur sepeda sejak 2014, sejak zaman Ahok saya juga terlibat pembahasannya,” kata Deddy.

Lalu indikator keberhasilan membangun transportasi juga harus menghitung seberapa banyak masyarakat beralih ke transportasi publik.

“Keberhasilan transportasi hanya 1 indikatornya berapa banyak pengguna kendaraan pribadi shifting ke angkutan umum, semisal kalau sekarang di Jakarta modal share angkutan umum baru di bawah 20 persen kalau meningkat 100 persen atau 2x dari exiting bisa jadi 40 persen bisa dikatakan berhasil penataan transpotasinya. Kalau banyak membangun tapi belum ada yang gunakan, buat apa?” kata Deddy.

Di sisi lain, Deddy meragukan kredibilitas TUMI. Deddy mengungkapkan bahwa TUMI bukanlah lembaga internasional.

“Sebenarnya kita cek dulu kredibilitas TUMI itu dulu. Saya lihat kriterianya tidak tepat untuk penataan transportasi,” imbuh Deddy.

“TUMI saya pribadi baru tahu baru-baru ini saja. Setelah ada info penghargaan ini, ternyata TUMI ada di Jerman, bukan lembaga internasional, karena tidak punya anggota dari LSM dunia yang independen. Lembaga dunia transportasi NGO internasional yang kenal hanya IFRTD dan EASTS,” timpal Deddy.

Meskipun begitu, Deddy tetap mengakui kerja Anies Baswedan terutama terkait pembangunan integrasi antarmoda di Stasiun Tanah Abang dan juga Senen.

Follow Us
Instagram

Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published.