Sorotan24.com, Indonesia – Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Dr. Oktiva Anggraini, mengingatkan kepada seluruh orang tua dalam mengantisipasi perundungan pada anak di social media.
“Orang tua perlu hadir untuk cepat dan sigap mengatasi dan mencegah bullying di media sosial,” katanya, Selasa (6 Juli 2022) saat tiba untuk pengabdian masyarakat di Desa Prenggan, Kotagede, Yogyakarta.
Cyberbullying atau perundungan terhadap anak melalui media sosial merupakan salah satu bentuk migrasi kasus perundungan di dunia nyata yang memberikan pengaruh dan dampak yang sangat buruk bagi remaja.
Menurutnya, kasus cyber bullying ini bisa berubah menjadi konflik dan kekerasan di dunia maya.
“Banyak remaja yang mengalami cyberbullying takut untuk menceritakan pengalaman mereka, sehingga mempengaruhi kesehatan mental mereka” katanya.
Baca Juga : Pengumuman SBMPTN 2022, Begini Cara Mengeceknya!
“Efek mereka membiarkan kasus yang menimpa adalah derita pada diri remaja yang menjadi korban kejahatan tersebut. Situasi ini sesungguhnya bukan persoalan sederhana, sebaliknya ini situasi yang sangat sulit bagi mereka,” katanya.
Menurut Dr. Oktiva terdapat 3 dampak yang dirasakan oleh korban perundungan, yaitu fisik, psikis, dan psikososial.
Salah satu contoh dari dampak psikis ringan ialah cemas, takut. Sedangkan dampak psikis berat meliputi depresi dan keinganan untuk bunuh diri.
“Dampak fisik, sebagai rentetan dari psikis, penderita akan pusing, asam lambung naik, sulit tidur dan gangguan pencernaan. Dampak berikutnya bersifat psikososial, anak malas belajar, prestasi menurun bahkan enggan pergi ke sekolah karena merasa telah dikucilkan teman-temannya,” katanya.
Oleh karena itu, ketika menjadi korban bullying di media sosial, orang tua perlu waspada seperti dengan mengambil screenshot di smartphone untuk merekam bukti bullying, menyimpan percakapan dan memblokir akun pelaku.
“Selama penyelamatan dan identifikasi, kita tidak menanggapi percakapan, kita hanya menyembunyikan komentar yang tidak pantas. Jika pelaku bullying adalah teman sekelas, orang tua dapat bekerja sama dengan guru dan komite sekolah untuk menyelesaikan masalah tersebut,” katanya.
Selain itu, menjadi tanggung jawab orang tua untuk membangun kepercayaan diri pada anak yang mengalami cyberbullying agar dapat kembali bersekolah dengan semangat dan melakukan aktivitas yang sama seperti sebelumnya.
Orang tua juga didorong untuk mendidik anak-anak mereka di media sosial daripada melarang mereka menggunakan internet.
Dengan memainkan peran, dia mengatakan orang tua perlu mempelajari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta harus mempelajari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Mengutip data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2019, Oktavina mengatakan frekuensi bullying di media sosial termasuk dalam kategori luas.
Telah tercatat bahwa sebanyak 49% dari pengguna internet yang tercatat 150 juta lebih telah mengalami perundungan.
“Maknanya pengguna siber yang mengalami perundungan sangat banyak,” ujar dia.
Menurutnya, para korban cenderung mencari aman dengan memilih untuk diam dan tidak bercerita kepada siapapun.
“Dari 49% yang mengalami perundungan, sebanyak 37,5% memilih untuk membiarkan tindakan tersebut,” kata dia.
Sumber : edukasi.okezone.com