Sorotan24.com, Jakarta – Raksasa e-commerce Amazon membagikan bonus hingga US$ 3.000 atau setara dengan Rp 42 juta (Rp 14.140) kepada pekerja baru di sejumlah gudang. Hal tersebut dilakukan oleh Amazon untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki cukup pekerja saat mengalami lonjakan permintaan ketika musim liburan.
Seperti dilansir dari detik.com, guna membantu menghindari penundaan pengiriman selama musim liburan yang sedang berkembang pesat, perusahaan berencana menambah pekerja. Amazon pun mulai menandatangani bonus.
Jumlah bonus yang akan diberikan bergantung pada tempat gudang Amazon berada. Sebesar US$ 3.000 untuk di beberapa fasilitas California dan Illinois, US$ 2.000 di Maryland dan Massachusetts, dan US$ 1.500 di banyak fasilitas lain di seluruh negeri.
Namun, bonus tersebut banyak menimbulkan protes dari pekerja lama yang sebelumnya hanya mendapatkan kupon kalkul sebagai ucapan terima kasih atas kerja keras mereka. Di media sosial para pekerja ramai memamerkan foto voucher yang mereka dapatkan mulai dari US$ 10, US$ 15, US$ 20, dan US$ 25. Namun, ada yang menganggap positif voucher karena bisa membeli kalkun dengan bebas pajak.
Para pekerja mengakui bahwa mereka marah saat mengetahui pekerja baru mendapatkan bonus. Beberapa pekerja melihat voucher bermerek Butterball sebagai tamparan ketika mereka bekerja keras di masa pandemi. Mengingat apa yang mereka lakukan telah membantu bos Jeff Bezos menambah kekayaan bersihnya dari US$ 67 miliar tahun ini menjadi US$ 182,6 miliar, menurut indeks Bloomberg Billionaire.
Seperti yang juga dilansir dari detik.com.”Jika satu pekerja mendapat kalkun dan pekerja lain mendapat US$ 3.000, itu adalah penghinaan terakhir dalam kompensasi,” ungkap Fred Whittlesey.
Amazon tidak segera menanggapi mengenai masalah staf terkait bonus itu. Juru bicara Amazon Rachael Lighty menegaskan perusahaan telah memberikan pekerja minimal US$ 15 per jam, tunjangan kesehatan dan pensiun, pelatihan kerja dan peluang untuk pertumbuhan karir.
Seperti yang juga dilansir dari detik.com.”Kami mendorong siapa pun untuk membandingkan gaji, tunjangan, dan lingkungan tempat kerja kami secara keseluruhan dengan pengecer lain dan perusahaan besar di seluruh negeri,” kata Fred Whittlesey.
Ketika COVID-19 melanda AS awal tahun ini, Amazon mengalami permasalahan yang cukup mengganggu yakni kewalahan dengan lonjakan pesanan karena orang AS menghindari kontak fisik. Lalu, untuk memperlancar pengiriman dan membujuk pekerja yang takut untuk bekerja, perusahaan menawarkan kenaikan gaji sementara sebesar US$ 2 per jam.
Diketahui kini Amazon telah mempekerjakan 250.000 pekerja untuk menjaga operasinya berjalan lancar dan akan menghabiskan lebih dari US$ 10 miliar tahun ini untuk memerangi COVID-19 di gudang-gudangnya.
Kesediaan Amazon tetap merekrut pekerja menandakan banyak orang AS enggan untuk kembali bekerja. Hal itu memicu tingkat pengangguran nasional menjadi 6,9%, dua kali lipat dari tingkat sebelum pandemi.
Pencarian pekerjaan tahun ini pun turun 25% dari tahun 2019. Sebagian orang enggan bekerja dikarenakan beberapa masih menerima tunjangan pengangguran dan sebagian lainnya takut tertular COVID-19.