Sorotan24.com, Jakarta – Suharso Monoarfa merupakan salah satu menteri yang saat ini menjabat pada Kabinet Indonesia Maju, Joko Widodo – Ma’ruf Amin untuk periode 2019-2024.
Pengumuman penunjukkan Suharso sebagai menteri disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, pada 2019 lalu.
Seperti dilansir dari kompaspedia.kompas.id, Suharso Monoarfa lahir pada 13 Oktober 1954 dan diketahui bahwa Suharso Monoarfa berasal dari keluarga bangsawan di Gorontalo, Sulawesi. Keluarga besarnya memiliki marga “Monoarfa” yang memiliki garis keturunan keluarga kerajaan di Gorontalo.
Meski lahir di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Suharso menghabiskan masa mudanya di Kota Malang, Jawa Timur. Ia mengenyam pendidikan dasar di SDN Tretes Malang dan lulus tahun 1966. Kemudian, Suharso kecil melanjutkan ke SMPN 3 Kota Malang dan SMAN 1 di kota yang sama.
Setelah lulus SMA, ia merantau ke Kota Bandung untuk belajar di Akademi Geologi dan Pertambangan. Suharso kemudian melanjutkan ke Fakultas Planologi ITB, Bandung. Dia menyelesaikan pendidikan tingginya dan meraih gelar insinyur pada tahun 1978.
Seperti yang juga dilansir kompaspedia.kompas.id, Suharso juga menyelesaikan Executive Development Program, University of Standard, Palo Alto, USA, pada 1994 dan Executive Program, University of Michigan, Ann Arbor, USA, pada 1995. Pada 2014, ia menerima gelar Honoris Causa atau gelar kehormatan di bidang bisnis dari William Business College, University of Sydney, Australia. Gelar HC di bidang bisnis juga dia terima dari Central Queensland University Australia pada Desember 2019.
Mengenai kehidupan pribadinya, Suharso Monoarfa menikah dengan Carolina Kaluku. Namun, kemudian Carolina Kaluku menggugat cerai Suharso dan mereka resmi bercerai pada 2 Januari 2012. Tak lama kemudian, ia menikah lagi dengan Nurhayati Effendi. Suharso memiliki tiga anak dari istri pertamanya Carolina Kaluku yaitu Andhika Mohammad Yudhistira Monoarfa, Raushanfikri Enaldo Monoarfa dan Ainy Syahputri Monoarfa.
Kiprah Suharso Monoarfa dalam dunia politik juga sangatlah luas bahkan karirnya pun cukup cemerlang, dengan berbekal pada ilmu yang didapat olehnya dari kampus Ganesha, Suharso yang saat itu telah berstatus sebagai seorang sarjana kemudian bekerja di Bandung. Karier profesional pertamanya diawali di lembaga penelitian di almamaternya. Kemudian, Suharso bekerja dan sejumlah proyek penelitian di lembaga penelitian dan konsultan di Kota Bandung.
Beberapa posisi penting pun pernah dijabat oleh Suharso pada awal kariernya, sebut saja peneliti pada Lembaga Bantuan ITB (1976); peneliti pada Survei Tingkat Kemiskinan dan Disparitas Pendapatan beberapa Kota Besar di Pulau Jawa (1978–1980); dan Project Leader Pengembangan Listrik Masuk Desa melalui Kelayakan Pembangunan Mini Hydro Plant BAPPENAS, Nusa Tenggara Barat (1982).
Setelah berkarier di lembaga penelitian dan konsultan, Suharso kemudian terjun ke dunia usaha dengan memegang posisi jabatan di sejumlah perusahaan. Tahun 1981, ia menjabat general manager di PT First Nabel Supply pada kelompok usaha Gobel Grup, dan kemudian menjabat sebagai Direktur Nusa Consultan dari tahun 1988 hingga 1991.
Selanjutnya, Suharso bergabung dengan kelompok Bukaka dengan menjabat sejumlah posisi, antara lain asisten Direktur Utama PT Bukaka Teknik Utama (1992–1994), Corporate Secretary PT Bukaka Teknik Utama (1994–1996), Direktur PT Bukaka Sembawang Systems (1995–1998) dan Direktur PT Bukaka Telekomindo International (1997–2000).
Setelah malang melintang di dunia usaha selama 20 tahun, Suharso kemudian terjun ke dunia politik dengan bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan.
Kiprah politik pertamanya yakni menjadi calon gubernur untuk Provinsi Gorontalo yang baru saja terbentuk akhir tahun 2000. Pada pemilihan gubernur Gorontalo tahun 2001, Suharso hanya meraih dukungan 7 suara di DPRD Gorontalo dan gagal menjadi gubernur provinsi tersebut. Ia kalah dari Fadel Muhammad yang didukung Partai Golkar dengan 26 suara DPRD dan menjadi gubernur terpilih pertama di provinsi tersebut.
Pada pemilu 2004, ia menjadi caleg Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk daerah pemilihan Gorontalo. Berkat kerja keras dan popularitasnya di daerah asal keluarga besarnya, ia terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004–2009.
Pada Pemilu 2009, Suharso terpilih kembali sebagai anggota DPR dari PPP untuk periode 2009–2014 pada daerah pemilihan yang sama. Namun, ia tidak melanjutkan sebagai wakil rakyat karena dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Perumahan Rakyat di Kabinet Indonesia Bersatu II.
Baru genap dua tahun menjabat menteri, tepatnya Oktober 2011, Suharso mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan pribadi. Ia kemudian melanjutkan bisnisnya sembari tetap aktif sebagai Wakil Ketua Umum DPP PPP.
Peran Suharso makin penting di parpol saat terjadinya konflik PPP antara kubu Suryadadharma Ali dan Romahurmuziy. Suharso yang awalnya merupakan orang kepercayaan Suryadharma Ali bergabung dengan PPP kubu Romahurmuziy ketimbang PPP kubu Suryadharma Ali yang dipimpin oleh Djan Faried.
Setelah Pemilihan Presiden 2014, Suharso dan PPP kubu Romahurmuziy memilih bergabung dengan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pada 19 Januari 2015, Suharso dipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Pascapenangkapan Ketua Umum PPP Romahurmuziy oleh KPK pada pada Maret 2019, Suharso ditetapkan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) melalui musyawarah kerja nasional (mukernas) DPP menggantikan Romahurmuziy untuk periode 2019–2021.
Setelah dikukuhkan sebagai Plt Ketum PPP, Suharso mengundurkan diri sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Suharso Monoarfa sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Kabinet Indonesia Maju.