Sorotan24.com, Indonesia – Seorang jenius dan intelektual pada masanya pernah lahir di Asia Tengah. Di antara daftar panjang ilmuwan muslim abad pertengahan, namanya tidak bisa kita abaikan. Ia adalah Abu Rayhan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni (973-1048 M).
Karya-karyanya ini datang belakangan di dunia Barat jauh setelah karangan sejawatnya pada abad ke-11, seperti Ibnu Sina dan Ibnu Haytham, lebih dulu populer. Tapi kualitas analisisnya dalam berbagai bidang pengetahuan, yang bertebaran lewat 180-an buku, membuat banyak sarjana modern, muslim atau nonmuslim, menjulukinya “Ustadz fil Ulum” alias “guru segala ilmu.”
Perjalanan Keilmuan Al-Biruni
Kecerdasan Al-Biruni pernah diulas dalam dokumenter BBC Four, “Science and Islam: The Empire of Reason”, pada tahun 2010. Dalam siaran ini, fisikawan Inggris kelahiran Irak Jim al-Khalili menjelaskan bagaimana Al-Biruni menggunakan matematika dan astronomi untuk mengukur keliling bumi.
Al-Biruni mengukur keliling bumi secara langsung dan hasilnya hanya 1% lebih kecil dari perhitungan modern. Dia menyimpulkan bahwa keliling Bumi adalah 25.000 mil, yang menurut perhitungan modern mencatat 24.901 mil. Para astronom di bawah Khalifah Al-Ma’mun satu setengah abad yang lalu masih tertinggal dari ilmuwan Yunani dan menghitung keliling Bumi 24.000 mil, yaitu dengan akurasi kurang dari 4 persen.
Hanya perlu sejumlah langkah saat menghitung keliling bumi. Mulanya, Al-Biruni mencari bukit di tepi laut. Kemudian, dengan astrolab, ia mengukur sudut ketinggian bukit dari dua titik permukaan air laut yang berbeda. Setelahnya, ia menuju puncak bukit. Dia menggunakan astrolab untuk mengukur sudut elevasi di bawah cakrawala yang terlihat dari atas bukit. Dia menyadari bahwa puncak bukit dan cakrawala dapat dihubungkan dengan pusat bumi untuk membentuk segitiga ‘siku’ raksasa. Maka berlakulah hukum sinus. Al-Biruni lalu menghitung hasil pengukuran itu lewat persamaan gabungan trigonometri dan aljabar untuk menemukan rumus penentuan jari-jari dan keliling bumi. Temuan otentik Al Biruni ini tercatat di karya babonnya tentang astronomi, al-Qanun al-Mas’udi (The Mas’udic Canon). Buku persembahan bagi Sultan Mas’ud Al-Ghazna itu menegaskan kualitasnya sebagai pioner observasi berbasis metode ilmiah.
Baca Juga : Belajar Mad Asli Dalam Ilmu Tajwid, Cara Membaca dan Contohnya
Guru Segala Ilmu
Al-Biruni juga menciptakan alat-alat canggih yang jauh lebih baik dari ilmuwan sebelumnya, seperti astrolab heliosentris ciptaan Abu Sa’id Sijzi yang dianggap sangat akurat. Namun Al-Biruni tetap membuat dan mengembangkan astrolab nya sendiri. Astrolab yang diberi nama al-Ustawani ini tidak hanya bisa mengukur pergerakan benda-benda angkasa, tetapi juga mengukur tempat-tempat yang sulit dijangkau di bumi. Al-Biruni juga melakukan terobosan penelitian ilmiah di bidang yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Salah satu kontribusi asli Al-Biruni adalah keliling bumi. Al Biruni mampu membuat penemuan ini pada abad ke-11, lama setelah orang-orang memperdebatkan apakah bumi itu bulat atau datar. Disebutkan dalam buku Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, bahwa Al-Biruni menggunakan metode trigonometri dan menggunakan astrolab nya untuk menghitung keliling Bumi.
Tulisan Al-Biruni tentang astronomi termasuk bagian tentang astrologi, yang telah digunakan sebagai buku teks dalam mengajar quadrivium selama berabad-abad. Sementara itu, Qanun Al-Mas’udi merupakan tulisan Astronomi terlengkap dalam astronomi Islam. Dengan demikian, Al-Biruni adalah seorang ilmuwan muslim yang telah memberikan kontribusi besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang Astronomi, yang hingga saat ini menjadi rujukan dunia.
Nah itulah kisah seorang Al Biruni bapak segala ilmu, Al-Biruni merupakan ilmuwan yang melakukan penelitian ulang terhadap teori-teori yang sudah ada, mengembangkan teori-teori yang sudah ada, serta membuat teori baru terhadap sesuatu yang belum pernah diteliti oleh ilmuwan sebelumnya.