Sorotan24.com, Jakarta – Setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini. Peringatan 21 April sebagai Hari Kartini adalah karena disesuaikan dengan hari lahirnya Ibu Kartini.
Lalu, siapakah Raden Ajeng (RA) Kartini? RA Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879.
RA Kartini merupakan putri tertua keturunan keluarga ningrat Jawa atau dikenal dengan keluarga priyayi atau bangsawan. Ayahnya adalah seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat. Sedangkan Ibunya bernama M.A. Ngasirah yang merupakan putri dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Tidak hanya pesohor di kala itu, keluarga Kartini dikenal cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV merupakan seseorang yang sangat cerdas yang diangkat menjadi Bupati di usia 25 tahun.
Lalu, Emansipasi wanita mulai menggema di Indonesia atas jasa Ibu Kartini. Ia sangat memperjuangkan kesetaraan hak perempuan. Karena sebagai seorang perempuan Jawa, ia begitu merasakan ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki dimasa itu.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dalam Tentang Homeschooling
Ketimpangan Sosial
Pada saat itu, budaya turun-temurun menormalisasi seorang perempuan hanya menjalani alur kehidupan. Lalu kemudian, Ibu Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan bisa menggantikan peran laki-laki. Ibu Kartini sangat mengidamkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Ibu Kartini ingin menunjukkan jika perempuan juga bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang pendidikan. Perempuan juga bisa menentukan pilihan hidup tak harus atas paksaan orangtua dan perempuan juga bisa sekolah setinggi-tingginya.
Dikarenakan semasa itu perempuan tidak diperbolehkan untuk memperoleh pendidikan. Yang berhak memperoleh pendidikan hanyalah perempuan dari kalangan bangsawan saja. Tapi Ibu Kartini termasuk perempuan yang beruntung waktu itu karena Ibu Kartini memperoleh pendidikan di ELS (Europes Lagere School). Sekolah tersebut termasuk sekolah yang bergengsi pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Biasanya sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa, timur asing, atau pribumi dari tokoh terkemuka. Ibu Kartini sangat menyukai ketika belajar bahasa Belanda yang menjadi bahasa komunikasi wajib bagi murid-murid ELS. Akan tetapi, Ibu Kartini hanya bisa memperoleh pendidikan hingga berusia 12 tahun. Karena menurut tradisi Jawa, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak berusia 12 tahun hingga ia menikah.
Tokoh Emansipasi Wanita
Ibu Kartini sangat ingin melanjutkan pendidikannya karena ingin mendapatkan hak yang sederajat dengan pria dalam hal pendidikan. Namun keinginannya untuk sekolah lebih tinggi harus terkubur karena Ibu Kartini harus menikah dengan seorang bangsawan Rembang yang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903. Namun,Ibu Kartini tak mau mengurung diri, ia justru memanfaatkan kesempatan itu dan memilih belajar sendiri, membaca, dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya dulu yang berasal dari Belanda, salah satunya yang bernama Rosa Abendanon. Selain itu Ibu Kartini juga tetap berjuang memperhatikan kaumnya. Ia lalu menuangkan semua pemikirannya lewat tulisan yang dimuat oleh majalah perempuan di Belanda bernama De Hoandsche Lelie. Yang mana di dalam surat yang ditulisnya, Ibu Kartini menyatakan keprihatinannya atas nasib-nasib orang Indonesia di bawah kondisi pemerintahan kolonial. Ini juga untuk peran-peran terbatas bagi perempuan Indonesia. Bahkan, dia menjadikan hidupnya sebagai model emansipasi.
Baca Juga: Apa Itu Homeschooling? Yang Wajib Diketahui Orang Tua
Goresan Tangan Ibu Kartini
Tulisan-tulisan yang dibuat oleh Ibu Kartini kemudian dibukukan lalu diberi judul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan menuju Cahaya. Pada 1922, dan tulisan ini diterbitkan menjadi buku kumpulan surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeh Pikiran, oleh Balai Pustaka. Suaminya memberi kebebasan dan mendukungnya mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Dan berkat kegigihannya, Kartini mendirikan Sekolah Wanita yakninya Yayasan Kartini (Sekolah Kartini) di Semarang pada 1912. Sekarang, Gedung itu disebut sebagai Gedung Pramuka. Kemudian ia juga mendirikan sekolah di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Hingga akhirnya Ibu RA Kartini meninggal pada 17 September 1904 di usia 25 tahun setelah beberapa hari melahirkan. Dan Ibu Kartini dimakamkan di Desa Bulu Kabupaten Rembang. (NWKusuma/ed.)